Selasa, 04 Oktober 2016

Pengembangan Pendidikan IPS di Masyarakat

A.    Pendahuluan
Pendidikan menurut UU Nomor 20 Tahun 2003, adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa, dan negara. Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat sebagai pendidikan kewarganegaraan, IPS haruslah mampu mengembangkan kompetensi warga negara menjadi warga negara yang baik dalam kehidupan masyarakat yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Ips memiliki 3 aspek pengetahuan, membentuk nlai dansikap, serta melatih keterampilan.
Ada berbagai kajian pengetahuan yang disuguhkan kepada peserta didik untuk dikuasainya sebagai bekal untuk kehidupannya, diantaranya adalah kajian pengetahuan yang termasuk pada kelompok pendidikan IPS. Menurut Sapriya (2009:7) Ilmu Pengetahuan Sosial yang disingkat IPS dan Pendidikan Ilmu Pengetahuan IPS yang sering kali disingkat Pendidikan IPS atau PIPS dua istilah yang sering diucapkan atau dituliskan dalam berbagai karya akademik secara tumpang tindih (overlapping). Kekeliruan ucapan ataupun tulisan tidak dapat sepenuhnya kesalahan pengucap atau penulis melainkan disebabkan oleh kurangnya sosialisasi sehingga menimbulkan perbedaan persepsi. Menurut Spmantri bahwa Pendidikan IPS adalah seleksi dari disiplin ilmu-ilmu sosial yang humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan (Sapriya, 2009, hal. 11).
 Dalam realitas sosial, kajian Pendidikan IPS kurang begitu mendapat tempat yang cukup menggembirakan, karena masyarakat sementara ini masih memiliki anggapan bahwa bidang kajian ini tidak/kurang memberikan kontribusi pada kehidupan. Hal ini wajar, sebab memang kajian ini terlalu sarat dengan teori yang jauh sekali dengan nilai-nilai pendidikan.
Oleh karena itu, untuk mewujudkan konsep-konsep tersebut, maka pendidikan haruslah memuat nilai-nilai kependidikan (educational value), di antaranya adalah dengan menghadirkan suasana pembelajaran yang bersifat kontekstual. Jika tidak demikian pendidikan hanyalah merupakan kumpulan-kumpulan kognitif belaka (cognitive value).Pendidikan IPS di Indonesia adalah penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial dan segala sesuatu yang sifatnya sosial, yang diorganisir secara ilmiah dan psikologis dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagai nilai sentralnya untuk mencapai tujuan pendidikan nasioal khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya (Somantri, 2001, hal. 74).
Untuk mencapai tujuan PIPS haruslah dapat membantu para peserta didik mengembangkan kemampuan membuat keputusan-keputusan yang bersifat reflektif sehingga mereka dapat memecahkan masalah-masalah pribadi (individual) dan membentuk kebijakan umum dengan cara berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial, yang pada akhirnya ini semua akan lebih bermanfaat ketika akan terjun secara langsung di masyarakat tempat ia tinggal.
B.     Materi Pendidikan IPS Secara Global
Ruang lingkup materi PIPS yang berwawasan global menurut (Gunawan, 2011, hal.22). di antaranya :
1.      Tentang kesadaran diri; sebagai makhluk Tuhan, eksistensi, potensi dan jati diri sebagai warna dari sebuah bangsa yang berbudaya dan bermartabat sederajat dengan bangsa lain di dunia (tidak lebih rendah dari bangsa lain).
2.      Tentang kecakapan berpikir, seperti kecakapan; berpikir kritis, menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan dan memecahkan masalah.
3.      Tentang kecakapan akademik, tentang ilmu-ilmu sosial; seperti kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang sistem sosial budaya, lingkungan hidup, perilaku ekonomi dan kesejahteraan, serta tentang waktu dan keberlanjutan perubahan yang terjadi di dunia.
4.      Mengembangkan social skills; dengan maksud supaya pada masa yang akan datang kita tidak hanya menjadi objek penguasaan globalisasi belaka.
Dari uraian di atas dapat kita pahami bahwa materi pendidikan IPS di masyarakat bertujuan untuk membantu tumbuhnya pola berpikir ilmuwan sosial, mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi sosial masyarakat dalam rangka membantu tumbuhnya warga negara yang baik. Untuk itu Pendidikan IPS memegang peranan penting dalam meewujudkan tujuan nasional. Hal ini karena mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, sebagaimana yang menjadi tujuan pendidikan nasional, juga merupakan tujuan Pendidikan IPS.
C.     Pola Pikir Pendidikan IPS di Masyarakat
Pola pikir PIPS di masyarakat mempunyai sikap mental yang kondusif dan siap menerima pembaharuan atau modernisasi antara lain (Mutakin, 2008, hal.114) :
1.      Senantiasa berorientasi ke masa depan.
2.      Senantiasa berhasrat memanfaatkan dan mengembangkan lingkungan demi peningkatan kesejahteraan hidup.
3.      Senantiasa menilai tinggi pada suatu prestasi.
4.      Mampun menilai tinggi usaha pihak lain yang meraih prestasi atas kerja kerasnya sendiri.
Dari uraian di atas dapat kita pahami bahwa :
1.      Kita harus senantias aberpikir ke depan, karena zaman terus berkembang, kehidupan terus berjalan sehingga kita tidak mungkin diam bahkan melihat ke belakang karena kita akan ketinggalan oleh semua ini.
2.      Manusia harus mempunyai keinginan atau berhasrat terus mengembangkan lingkungan demi peningkatan kesejahteraan hidup.
3.      Sebuah prestasi yang kita peroleh berasal dari sebuah kerja keras yang sangat tinggi sehingga kita akan lebih menghargai keberhasilan yang kita peroleh, bahkan dengan menilai tinggi prestasi kita akan lebih meningkatkan lagi prestasinya.
4.      Menghargai pihak lain akan memberi dampak positif, karena kita akan lebih peka dan memahami dan menghargai peranan orang lain sangat penting untuk kita.

D.    Pengembangan Pendidikan IPS di Masyarakat
Pendidikan IPS yang selama ini terkesan jalan di tempat, masih belum mendapatkan posisi yang membanggakan di tengah arus globalisasi. Menghadapi fenomena ini,Pendidikan IPS idealnya harus responsif dan menata diri berhadapan dengan globalisasi. Menurut Somantri (2001:134) PIPS harus mampu mengembangkan dan mempelopori pembaharuan dalam PIPS, karena dengan berkembangnya PIPS yang berpotensi untuk mengembangkan diri ke arah peningkatan mutu lewat berbagai pembaharuannya.
Melihat fenomena dan kecenderungan dunia yang terus maju (seperti tanpa kendali), beberapa hambatan dan peluang pengembangan PIPS, bagaimana PIPS terus menempatkan diri (reposisi)? Masih relevankah PIPS menjadi kekuatan pendidikan yang mampu menopang kehidupan umat manusai? Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, apabila PIPS tetap ingin eksis dan mempunyai kedudukan yang berarti bagi umat manuisa.
Pertama, pembaharuan kurikulum PIPS hendaknya bukan sekedar tambal sulam, tetapi lebih bersifat interdisipliner, dan berorientasi pada “functional knowledge”serta aspirasi kebudayaan Indonesia dan nilai-nilai agama. Kedua, pengajar harus mampu meyajikan pengajaran/pembelajaran yang bersifat interdisiplin, berperan sebagai fasilitator pembelajar, dan menjadi problem solver baik di kampus/sekolah maupun di tengah-tengah masyarakat. Pengajar harus mampu memahami kebutuhan dasar lingkungannya, sehingga pengajaran PIPS tidak bersifat kaku. Ketiga, membangun hubungan secara sinergis antara LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan), praktisi pendidikan, sekolah, pembuat kebijakan pendidikan, serta berbagai elemen environment guna melakukan sharing untuk menyusun kurikulum yang integratif dan responsif terhadap permasalahan-permasalahan riil, baik lokal, regional, nasional maupun internasional. Kurukulum PIPS harus bersifat fleksibel, artinya senantiasa bisa berubah, perubahan berjalan secara kontinu supaya tidak ketinggalan zaman. Keempat, kurikulum PIPS mampu membuat estimasi kehidupan yang akan berlangsung 30-50 tahun yang akan datang. Paradigma kurikulum PIPS berorientasi ke depan. Anak didik pada masa sekarang, mereka akan menempuh usia dewasanya pada 10-50 tahun yang akan datang. Konsekuensinya, kurikulum harus mampu mengantisipasi kecenderungan-kecenderungan yang akan datang.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pendidikan IPS sebagai synthetic discipline berusaha mengorganisasikan dan mengembangkan substansi ilmu-ilmu sosial secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. PIPS mempunyai peran penting dalam membangun identitas nasional untuk menjadikan peserta didik yang kreatif, mampu memecahkan masalah diri dan lingkungannya, serta menjadi warga negara yang baik dan bermoral. Di tengah iklim globalisasi, PIPS tetap diperlukan baik sebagai penopang identitas nasional, maupun problem solver masalah-masalah lokal, regional, nasional, dan global. Berbagai masalah PIPS baik dari kurikulum, pengembangan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan), kemampuan guru dalam mengajarkan, dan kebijakan pemerintah dalam mendorong PIPS yang ideal perlu terus diusahakan secara optimal. Tanpa sinergitas dari berbagai komponen di atas, sulit mewujudkan PIPS yang bermakna.
IPS merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan manusia untuk membangundirinya, masyarakatnya, bangsanya, dan lingkungannya berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang dapat dimaknai untuk masa kini, dan diantisipasi untuk masa yang akan datang, di antaranya (Somantri, 2001, hal. 183) :
1.      Mengembangkan pengetahuan kesosiologian, kegeografian, keekonomian, dan kesejarahan.
2.      Mengembangkan kemampuan berpikir, inquiri, pemecahan masalah, dan keterampilan sosial.
3.      Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
4.      Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Menurut Somantri (2001:183) untuk mencapai tujuan tersebut dikembangkan standar kompetensi lintas kurikulum yang merupakan kecakapan untuk hidup (life skills) danbelajar sepanjang hayat yang dilakukan dan harus dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar.
Standar kompetensi lintas kurikulum ini meliputi :
1.      Memiliki keyakinan, menyadari serta menjalankan hak dan kewajiban, saling menghargai dan memberi rasa aman, sesuai dengan agama yang dianutnya.
2.      Menggunakan bahasa untuk memahami, mengembangkan, dan mengkomunikasikan gagasan dan informasi, serta untuk berinteraksi dengan orang lain.
3.      Memilih, memadukan, dan menerapkan konsep-konsep, teknik-teknik, pola, struktur, dan hubungan.
4.      Memilih, mencari, dan menerapkan teknologi dan informasi yang diperlukan dari berbagai sumber.
5.      Memahami dan menghargai lingkungan fisik, makhluk hidup, dan teknologi, dan menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai untuk mengambil keputusan yang tepat.
6.      Berpartisipasi, berinteraksi, dan berkontribusi aktif dalam masyarakat dan budaya global berdasarkan pemahaman konteks budaya, geografis, dan historis.
7.      Berkreasi dan menghargai karya artistik, budaya, dan intelektual, serta menerapkan nilai-nilai luhur untuk meningkatkan kematangan pribadi menuju masyarakat beradab.
8.      Berpikir logis, kritis, dan lateral dengan mempertimbangkan potensi dan peluang untuk menghadapi berbagai kemungkinan.
9.      Menunjukkan motivasi belajar, percaya diri, bekerja mandiri, dan bekerja sama dengan orang lan.
Menurut (Mikarsa, Taufik, & Prianto, 2007, hal. 2. 17) pengembangan pada dimensi vertikal ini mengandung arti bahwa penyelenggaraan pendidikan sekolah dasar selain merupakan perwujudan pendidikan yang adil dan merata juga harus mempertimbangkan keragaman peserta didik baik dalam aspek kemampuan, pola hidup maupun lingkungan sosial budaya dimana mereka tinggal. Pengembangan relevansi pendidikan dengan harapan agar hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan, dalam arti dapat memberi dampak bagi pemenuhan kebutuhan peserta didik, baik kebutuhan kerja, kehidupan di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Dalam pengembangannya proses pembelajaran harus bermakna, salah satu pembelajaran berbasis budaya yang bertujuan untuk penciptaan arti bersifat dinamis. Proses tersebut memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengemukakan berbagai rasa keingintahuannya, terlibat dalam proses analisis dan eksplorasi yang kreatif untuk mencari jawaban, serta terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang unik (Suprayeksi, 2007, hal. 4. 35).
Pengembangan masyarakat menutut (Suharto, 2009, hal. 38) memiliki fokus terhadap upaya menolong anggota masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerja sama, mengidentifikasi kebutuhan bersama dan melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebtuhan tersebut. Pengembangan masyarakat lokal adalah proses yang ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Anggota masyarakat bukan sebagai masyarakat sistem klien yang bermaslah, melainkan sebagai masyarakat yang unik dan memiliki potensi, hanya saja potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan. Pada dasarnya merupakan proses interaksi antara anggota masyarakat setempat yang difasilitasi oleh pekerja sosial. Pekerja sosial membantu meningkatkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan mereka dalam mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan. Pengembangan masyarakat lokal berorientasi pada “tujuan proses” (process goal) daripada tujuan tugas atau tujuan hasil (task or product goal) (Suharto, 2009, hal. 42).
Menurut Sapriya, (2009:176) bahwa pengembangan PIPS di masyarakat adalah salah satunya dengan pengembangan partisipasi sosial, dimana topik utama dari pengembangan partisipasi sosial ini yakni pengembangan kepekaan sosial dan menerapkan strategi pengembangan partisipasi sosial.
1.      Pengembangan Kepekaan Sosial
Secara harfiah, istilah “kepekaan” (sensitivity) berasal dari kata peka (sensitive) yang berarti mudah merasa atau mudah terangsang, atau suatu kondisi seseorang yang mudah bereaksi terhadap suatu keadaan. Apabila dikaitkan dengan kondisi sosial (kemasyarakatan) maka istilahnya menjadi kepekaan sosial (social sensitivity), ialah kondisi seseorang yang mudah bereaksi terhadap masalah-masalah sosial/kemasyarakatan. Pengertian kepekaan sosial tampaknya ada kaitan dengan istilah kesadaran sosial (social awareness), ialah kemampuan peserta didik menjadi paham (informed about) dan peka (sensitive) terhadap aspek-aspek politik, sosial, ekonomi di masyarakat.
2.      Pengembangan Partisipasi Sosial
Pengembangan partisipasi sosial sejalan dengan tujuan IPS bahwa aspek yang cukup penting dan perlu diterapkan kepada peserta didik adalah bagaimana agar mereka, para peserta didik dapat berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial. Belajar IPS tidak cukup dalam bentuk hapalan atau hanya melatih daya ingat saja, tetapi belajar IPS hendaknya dapat memberdayakan peserta didik sehingga segala potensi dan kemampuannya, baik pengetahuan, sikap, maupun keterampilannya dapat berkembang. Semua kemampuan ini dapat diwujudkan dalam proses pembelajan melalui aktivitas pelatihan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat. Kosasih Djahiri (1979) dalam (Sapriya, 2009:185) mengemukakan bahwa anak muda perlu turut serta dalam realita kehidupan bukan hanya sebagai penonton melainkan langsung sebagai pelaku. Namun sebelum dan selama dalam proses partisipasi tersebut, para remaja perlu dibina, dijembatani, dan dibimbing sehingga tidak terjadi suatu gap (kesenjangan) yang terlalu lebar antara generasi baru dan lama.
E.     Kesimpulan
Berdasarkan uraian tentang pengembangan materi, struktur, konsep dan pola pikir PIPS di masyarakat dapatlah diambil kesimpulan berikut ini :
1.      Masalah-masalah pendidikan adalah masalah yang berhubungan dengan manusia, baik sebagai kodrat ciptaan Tuhan, maupun sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
2.      Dalam pengembangan PIPS di masyarakat di antaranya :
a.       Kurikulum pembelajaran IPS dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk belajar mengkaji dan menganalisis tentang isu-isu kemasyarakatan dan akibat-akibat dari kemajuan ilmu dan teknologi.
b.      Dalam pembelajaran harus lebih terkait dengan keadaan masyarakat dimana ia tinggal.
c.       Pola pikir PIPS di masyarakat meliputi :
Pola pikir PIPS di masyarakat mempunyai sikap mental yang kondusif dan siap menerima pembaharuan atau modernisasi antara lain :
1)      Senantiasa berorientasi ke masa depan.
2)      Senantiasa berhasrat memanfaatkan dan mengembangkan lingkungan demi peningkatan kesejahteraan hidup.
3)      Senantiasa menilai tinggi pada suatu prestasi.
4)      Mampu menilai tinggi usah pihak lain yang meraih prestasi atas kerja kerasnya sendiri.
IPS atau Social Studies mempunyai tugas mulia dan menjadi pondasi penting bagi pengembangan intelektual, emosional, kultural, dan sosial peserta didik, yaitu mampu menumbuhkembangkan cara berfikir, bersikap, dan berperilaku yang bertanggungjawab selaku individual, warga masyarakat, warga negara, dan warga dunia. Selain itu IPS pun bertugas mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif untuk perbaikan segala ketimpangan, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang di masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik.
Kedudukan pengajaran IPS begitu unik karena harus mempersiapkan dan mendidik anak didik untuk hidup dan memahami dunianya, dimana kualitas personal dan kualitas sosial menjadi sangat penting. IPS memerankan peranan yang signifikan dalam mengarahkan dan membimbing anak didik pada nilai-nilai dan perilaku demokratis, memahami dirinya dalam konteks kehidupan masa kini, memahami tanggung jawabnya sebagai bagian dari masyarakat global yang interdependen.
Dengan mengembangkan aspek-aspek keterampilan sosial melalui IPS secara benar, kita dapat berharap bahwa para siswa dapat menjadi warga masyarakat yang mampu berinteraksi sosial dan berkomunikasi sosial dengan baik, bekerjasama dan membangun jejaring sosial, memiliki kesadaran sosial, rasa empati dan kepedulian pada orang yang mebutuhkan, serta dapat menyelesaikan konflik sosial secara benar dan demokrasi.
Pembahasan tentang pendidikan IPS tidak bisa dilepaskan dari interaksi fungsional perkembangan masyarakat Indonesia dengan sistem dan praktis pendidikannya. Interaksi fungsional disini adalah bagaimana perkembangan masyarakat mengimplikasi terhadap pokok-pokok pengetahuan pendidikan IPS dan bagaimana pokok-pokokpengetahuan pendidikan IPS turut memfasilitasi pengembangan aktor sosial dan warga negara yang cerdas dan baik, yang dapat memberikan kontribusi yang bermakna terhadap perkembangan masyarakat Indonesia. Pemikiran mengenai konsep pendidikan IPS di Indonesia banyak dipengaruhi oleh pemikiran “Social Studies” di Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang memiliki pengalaman panjang dan reputasi akademis yang signifikan dalam reputasi tersebut tampak dalam perkembangan pemikiran mengenai bidang itu seperti dapat disimak dari berbagai karya akademis yang dipublikasikan oleh National Council for The Social Studies (NCSS).
IPS disebut sebagai bidang keilmuan yang sangat dinamis, karena mempelajari keadaan masyarakat yang cepat perkembangannya. Pengembangan kurikulum IPS merupakan jawaban dari tuntutan kebutuhan masyarakat yang akan mempelajarinya. Perkembangan IPS tampak mulai dari istilah yang digunakan pada setiap kurikulum, struktur kurikulum dan materi yang dimuat dalam setiap kurikulum, serta pendekatannya.
Pengembangan kurikulum ilmu-ilmu sosial menjadi IPS sejak tahun 1975 dilatarbelakangi oleh dua hal penting, yakni sejarah atau pengalaman hidup masyarakat yang labil dimasa lalu dan laju perkembangan teknologi ke depan yang perlu disikapi agar peserta didik yang dihasilkan relevan dengan kondisi yang akan dihadapi dalam masyarakatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar