Minggu, 20 November 2016

Apa Itu Etika?



Etika adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani Ethos yang berarti adat istiadat. Kata Ethos mempunyai makna yang setara dengan kata mos dalam bahasa Latin yang juga berarti adat istiadat atau kebiasaan baik.[1] Berangkat pada pengertian di atas, Etika kemudian berkembang menjadi studi tentang kebiasaan-kebiasaan manusia, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang terdapat di dalam konvensi/kesepakatan.
            Menurut Austin Fagothey,[2] etika adalah studi tentang kehendak manusia, yaitu kehendak yang berhubungan dengan keputusan tentang yang benar dan yang salah dalam bentuk perbuatan manusia. Dalam hal ini, etika mencari dan berusaha menunjukkan nilai-nilai kehidupan yang benar secara manusiawi kepada setiap orang. Beberapa pertanyaan menjadi pusat perhatian etika, seperti nilai-nilai manakah yang paling pantas diperhatikan? Atau mengapa seseorang dinyatakan berbuat yang lebih baik dari yang lain?
            Dalam konteks di atas, Budha Gautama misalnya melihat ketimpangan dalam etika Hindu (kasta) dan mencoba mengeluarkan etika baru yang meliputi delapan perkara: melakukan kebaikan, bersifat kasih sayang, suka menolong, mencintai orang lain, suka memaafkan orang, ringan tangan dalam kebaikan, mencabut diri sendiri dari sekalian kepentingan, berkorban untuk orang lain. demikian juga halnya dengan LaoTse dan Kong Fu Tse. Dua tokoh tiongkok itu juga berusaha memperbaiki tingkah dan etika manusia pada zamannya dengan berbagai ajaran kebaikan, demi keselamatan tatanan kehidupan manusia. Banyak lagi tokoh seperti Socrates, Antintenus, Plato, Aristoteles, dan lainnya bermunculan mengemukakan konsep dan teorinya, bagaimana agar manusia bertingkah laku baik, menjauhkan kerusakan dan kebinasaan pribadi maupun orang lain. Aturan yang mereka buat hanya didasarkan kepada pendapat orang-orang sesuai dengan pikiran dan dan perasaanya. Tentu saja pendapat yang satu berbeda dengan pendapat yang lain. bahkan, bisa saja pendapat kemarin dibantah dengan munculnya pendapat baru. “Kebenaran” seorang tokoh akan ditolak dengan ditemukannya “kebenaran” orang sesudahnya. Sekitar abad ketiga sebelum Masehi, muncul aliran dalam hal etika yang dikenal dengan aliran Natularisme.

Referensi :
Sukarno Aburaera, dkk. 2013. Filsafat Hukum. Jakarta: Kencana.


[1] E.Sumaryono, 2003, Etika Profesi Hukum: Norma-norma bagi Penegak Hukum, Yogyakarta: Kanisius, hlm. 12.
[2] Austin Fathogey, 1953, Right and Reazon, the CV Mosby Co., St. Louis, hlm. 18.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar